(Foto: Logo Kemenag)
Kabarpatigo.com - PATI - Dua madrasah di Pati terpaksa harus ditutup lantaran tak ada siswa yang mendaftar ke sekolah tersebut saat PPDB. Bahkan hal ini sudah terjadi dua tahun berturut-turut.
Dua sekolah islam yang ditutup tersebut, yakni MTs Mathali’ul Huda Desa Langgenharjo, Kecamatan Margoyoso dan Raudhatul Atfal (RA) di Kecamatan Kayen.
Penghentian operasional dua madrasah ini menjadi ironis, di tengah ratusan madrasah di Pati berlomba-lomba meningkatkan prestasi dan menggaet para siswa baru untuk bersekolah di lembaga pendidikan mereka.
"Pihak Kemenag selama ini sudah menginstruksikan kepada madrasah yang siswanya kurang dari 10 untuk dimerger (digabung) dengan madrasah lain yang siswanya banyak," ujar Muhammad Muhadi, selaku Analis Tenaga Pendidikan Madrasah Kemenag Pati yang ditemui tim Liputan6.com, Selasa (1/8/23).
Regulasi atau aturan penutupan lembaga madrasah, kata Muhadi, yakni tidak ada KBM sama sekali selama dua tahun berturut turut.
Syarat lainnya jumlah siswanya di bawah 10 orang dan pihak lembaga yang bersangkutan mengajukan surat kepada Kemenag kabupaten dilampiri ijin operasional dan akreditasi sekolah.
Muhadi mengakui pihak Kemenag sudah berupaya mempertahankan MTs yang telah berdiri sejak tahun 1991, agar mereka terus beroperasional. Alasannya, untuk merintis sebuah MTs sangat berat dan butuh proses bertahun-tahun.
"Namun pihak yayasan sekolah yang bersangkutan mengajukan surat penutupan meski dengan sangat berat hati. Sudah kami sampaikan bahwa lembaga yang minim siswanya, tetap disupport pihak Kemenag supaya tetap berjuang keras mempertahankan operasional madrasah," paparnya.
Meski sekolahnya ditutup, Kemenag Pati mengaku telah memfasilitasi puluhan guru yang sudah disertifikasi untuk dimutasi ke lembaga pendidikan lainnya yang membutuhkan.
"Tapi hal itu kembali kepada madrasahnya, membutuhkan atau tidak," katanya.
Sementara itu, Ketua Yayasan Mathali’ul Huda Langgenharjo Abdullah Salam mengaku sangat menyayangkan MTs yang dikelolanya terpaksa ditutup oleh Kemenag Pati.
Namun penutupan itu tidak bisa dihindari. Sebab MTs yang berada di Desa Langgenharjo, memang kalah bersaing dengan sekolah favorit lainnya di wilayah Kecamatan Margoyoso dan Kecamatan Trangkil.
Selain kalah bersaing, kata Abdullah, kondisi geografis MTs swasta yang telah terakreditasi dengan akta notaris nomor 47 tertanggal 31 Desember 1991 ini, lokasinya dekat dengan sejumlah pusat pendidikan di Ponpes Kajen dan Ponpes Guyangan.
"MTs kami diapit madrasah salafiyah dan SMP Negeri Trangkil dan sekolah favorit lainnya. Jumlah guru di MTs ada 14 orang, sebagian guru kita akomodir untuk mengajar di TPQ, PAUD dan MI. Yang terpenting, para guru tetap bisa mengabdi dan bagi yang mau pindah ke lembaga lain yang dipersilhahkan," terangnya.
Ia mengakui selama beberapa tahun ini, MTs Matholiul Huda kekurangan siswa. Kemudian saat PPDB tidak ada yang mendaftar.
Para pelajar di Langgenharjo lebih memilih di sekolah favorit lainnya, daripada di MTs yang lokasinya berada di masjid jami desa setempat.
"Keberhasilan program KB yang membatasi jumlah kelahiran anak, juga turut mempengaruhi minimnya anak-anak di desa kami. Selain di Langgenharjo, kondisi serupa juga terjadi di madrasah Desa Soneyan dan Desa Sidomukti," ungkap Abdullah yang juga menjabat Kaur Umum Pemdes Langgenharjo.
Abdullah mengaku, berbagai upaya telah dilakukan untuk mempertahankan keberlangsungan MTs yang dipimpinnya. Namun tetap saja tidak bisa bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya, yang lebih bagus di luar Desa Langgenharjo.
"Sebenarnya kami berat hati untuk ditutup, sebab untuk merintisnya sudah lama dan puluhan tahun. Kami telah memiliki asset bangunan yang permanen dan sarpras untuk KBM yang baik. MTs juga telah selesai lulus akreditasi," pungkasnya. (Liputan6.com)
Komentar
Posting Komentar