(Foto: Pilkada 2024)
Kabarpatigo.com - JAKARTA - DPR menyetujui revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah menjadi rancangan undang-undang inisiatif DPR.
Persetujuan revisi untuk mempercepat jadwal pemilihan kepala daerah serentak nasional 2024 itu diwarnai penolakan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera.
Adapun dua dari delapan fraksi lain, yakni Partai Demokrat dan Partai Kebangkitan Bangsa, menyetujui dengan catatan.
Persetujuan diambil dalam Rapat Paripurna DPR yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani di Jakarta, Selasa (21/11/23).
Dengan hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak revisi, maka rencana revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) tetap dilanjutkan.
Setelah ditetapkan menjadi rancangan undang-undang (RUU) inisiatif DPR, DPR akan membahasnya dengan pemerintah sebelum kemudiah revisi undang-undang disahkan.
Sebelum disetujui menjadi RUU inisiatif DPR, revisi UU Pilkada itu dibahas oleh Badan Legislatif DPR. Melalui revisi, penyelenggaraan pilkada serentak nasional yang semula direncanakan digelar pada November 2024 dipercepat menjadi September 2024.
Percepatan itu diklaim untuk menghindari kekosongan kepala daerah pada 1 Januari 2025.
Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini, seusai rapat paripurna, menyampaikan, penolakannya karena pelantikan kepala daerah tetap bisa dilakukan pada Januari 2025 meski pilkada berlangsung pada November 2024.
Baca Juga: Golkar Kumpulkan 1.117 Balon Kepala Daerah Bahas Pemenangan Pemilu
PKS juga tidak ingin membuat aturan yang terkesan main-main demi kepentingan kelompok tertentu. Sebab, hal itu akan mengurangi wibawa sekaligus nilai sakral dari undang-undang.
”Kalau pilkada bulan November, kan, masih bisa dilantik Januari (2025), siapa yang melarang? Kalau perubahan-perubahan tanpa alasan yang urgen dan signifikan, maka itu akan mengurangi wibawa sakralitas undang-undang,” tuturnya.
Adapun Partai Demokrat dalam catatannya menyebutkan, perubahan jadwal pilkada sebagaimana sempat dibahas dalam RUU Pilkada akan membawa sejumlah hal positif.
Ini seperti memungkinkan kepala daerah untuk memulai masa jabatannya lebih cepat sehingga meningkatkan efektivitas pemerintahan dan waktu yang panjang guna menciptakan stabilitas.
Meski demikian, penyusunan RUU Pilkada mendatang perlu mencerminkan kepentingan publik yang sejalan dengan prinsip demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas.
Karena itu, DPR butuh konsultasi dan sosialisasi dengan semua pihak, mulai dari masyarakat sipil, akademisi, hingga pemangku kepentingan lainnya.
Perubahan UU Pilkada juga perlu memperhatikan kualitas pemilu dan transparansi pilkada, termasuk pembaruan daftar pemilih tetap.
”Harus dilakukan secara cermat dan memastikan seluruh proses ini tidak akan mengganggu tahapan pemilu serta pilkada yang sudah disusun sehingga stabilitas pemerintahan tetap terjaga,” tulis catatan tersebut. (kompas)
Komentar
Posting Komentar