Parpol, Golkar, dan Demokrasi

Oleh: Khalid Zabidi*

(Foto: Khalid Zabidi)

_Tulisan ini dimaksudkan untuk menggerakkan hati dan pikiran para kawan-kawan para kader Golkar_

Kabarpatigo.com - Mundurnya Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menjadi pemicu dinamika internal Partai Golkar dalam beberapa hari ini, mundurnya Airlangga menjadi perdebatan meluas baik di kalangan internal Golkar maupun masyarakat luas.

Pertanyaan yang muncul adalah: Mengapa Airlangga mundur? Siapa pengganti Airlangga? Apakah ada tekanan? Siapa yang menekan? Golkar mau di ambil Jokowi? 

Dinamika Partai Golkar ini menjadi sangat penting karena setidaknya 2 hal, arah politik Partai Golkar ke depan dan perkembangan demokrasi di Indonesia.

Baca juga: Rapat Pleno DPP Golkar: Agus Gumiwang Plt Ketum Golkar, Rapimnas dan Munas Digelar 20 Agustus

Seperti kita ketahui bersama, Partai Politik adalah salah satu pilar demokrasi, keberadaan Partai Politik menjadi sendi perkembangan demokrasi suatu negara, Partai Golkar satu dari sekian banyak Partai Politik yang membentuk wajah politik kebangsaan dan politik kenegaraan di Republik ini.

Hal ini sangat tepat digambarkan oleh LBP saat mengatakan dalam videonya bahwa Partai Golkar adalah aset berharga Republik Indonesia.

Baca juga: Mundurnya Airlangga Hartarto, Waketum Doli Kurnia: Tidak Ganggu Persiapan Golkar Hadapi Pilkada

Memang begitu adanya, lahirnya Partai Politik dari cita-cita mewujudkan masyarakat yang bebas menentukan kehendaknya sendiri berdasarkan konsensus yang tertera pada aturan-aturan nilai normatif membentuk suatu kontrak sosial yang saling menjaga hak kebebasan dan kewajiban dalam suatu masyarakat, suatu bangsa.

Jangan sampai cita-cita ini dilupakan begitu saja oleh para kader Partai Politik, oleh para kader Golkar. Berpartai bukan soal sekedar merebut kekuasaan, mencari posisi dan kedudukan sosial yang mentereng, berpartai juga harus terus mengingat dan merapal bacaan-bacaan sejarah, ideologi, nilai-nilai dan cita-cita kebangsaan dan pertanyaan mendasar mengapa Partai Politik itu perlu ada.

Baca juga: Pengunduran Diri Airlangga Hartarto dari Ketum Golkar, Istana: Tidak Ada Kaitan dengan Presiden Jokowi

Kini, kita dipertontonkan suatu power game, bagaimana kekuasaan berupaya mengendalikan powernya dengan yang kasar dan vulgar. Menyudutkan seorang Ketua Umum Partai dengan cara menyakitkan dengan ancaman, dengan tekanan dan tangan kekuasaan yang garang. Dalam istilah olahraga sepak bola adalah "main kayu" kasar yang penting menang.

Tidak ada lagi power game yang bermartabat, elegan dan demokratis. Apa susahnya bagi penguasa untuk melakukan pendekatan yang lebih halus, lembut tidak menyakitkan merebut hati?

Sudah sekian kali, Partai Golkar dijadikan samsak kekuasaan, ingat, Golkar dibelah dua, Ketua Umum terdahulu di kejar-kejar seperti tikus, Sekjen di penjara dan kini Ketua Umum di ancam mundur.

Saya pikir sudah cukup sampai disini Golkar diperlakukan seperti ini walau memang kita sama-sama ketahui jika soal kasus hukum memang kita tidak boleh permisif dan tetap harus dukung penegakan hukum harus tegak berdiri.

Gonjang-ganjing Partai Golkar tidak berdiri sendiri, ada partai politik lain yang sedang diambang badai serangan api, mau didongkel, mau direbut dan mau dipaksa nunut.

Jika Partai Golkar berhasil mengelola dinamika ini menjadi sebuah momentum kesetimbangan politik baru yang lebih bebas dan terbuka tentu ini akan jadi preseden yang baik buat partai politik lainnya menemukan jalan sendiri dalam power game yang lebih cantik.

Demokrasi membuat bangsa ini menjadi bebas menentukan arahnya sendiri, rakyat mempunyai kebebasan berkehendak sendiri atas dirinya di masa kini dan masa depan. Demokrasi menjaga keseimbangan kekuatan dan keadilan, demokrasi menghargai perbedaan, demokrasi memperlihatkan keindahan berpolitik, bisa berbeda, bisa bersama , bisa bertanding juga bisa bersanding.

Demokrasi menjamin kemajuan bangsa, Daren Acemoglu dalam bukunya Why Nation Fails menuliskan bahwa negara yang menerapkan demokrasi in the long run akan lebih sejahtera dibandingkan negara yang otoriter karena dalam demokrasi ada partisipasi, ada keterbukaan dan ada interaksi yang sehat diantara komponen masyarakat demi kemajuan yang hakiki. (red)

*Golkar Garis Keras

Komentar