Oleh: M. Misbakhun*
(Foto: anggota DPR RI, Misbakhun)
Kabarpatigo.com - Pemerintah membagi kelompok masyarakat Indonesia dalam 10 kelompok atau desil pembagian per sepuluh kelompok.
Untuk desil 1 adalah 10 % termiskin. Di Indonesia desil 1 sampai 4 adalah 40% masuk kategori sangat miskin sampai mendekati miskin hingga rentan miskin. Cara mengatasi mereka adalah dengan Bansos, Subsidi, BLT.
Kelas menengah Indonesia berada di desil 5 sampai 7 yang selama ini jauh dari program Bansos dan BLT. Kelompok ini biasa masih merasakan subsidi secara tidak langsung lewat BBM, Subsidi bunga KUR, Program Kesehatan lewat BPJS dan Biaya Pendidikan lewat BOS.
Desil 8 sampai 10 adalah kelompok kaya dan sangat kaya. Mereka apakah menikmati program pemerintah? Mereka menikmati hasil ‘korupsi’ dalam bentuk langsung atau tidak langsung lewat kelindan kekuasaan. Program subsidi BBM yang mengopersionalkan bisnis nya para orang kaya.
Mengoperasionalkan rumah sakit swasta yg juga menjalankan program BPJS para orang kaya. Yang menikmati kebijakan tax holiday adalah para investors yang isinya orang kaya yang masuk kategori ini.
Membedah program pemerintah harus lebih obyektif seperti di atas. Tinggal dimasukkan ke keranjang desil mana sesuai tingkat pendapat per kelompok untuk masuk berdasarkan takes home pay mereka karena akan mengukur tingkat kemampuan konsumsi atau power purchase parity dan saving mereka.
Baca juga: Inspektorat Pati Raih Sertifikat ISO Sistem Manajemen Anti Penyuapan
Kelompok desil 5 sampai desil 7 yang biasa disebut kelompok kelas menengah rentan selama ini sangat minim program pemerintah yg bersifat langsung sehingga mereka kelompok yg saat ini masuk katogori kelompok mantab (makan tabungan) karena konsumsi mereka stabil tapi menggerus saving mereka.
Jumlah pemilik tabungan dengan Saldo di atas 100 juta di Indonesia juga mulai menurun drastis. Merek kelas pekerja profesional manajer swasta dan BUMN, ASN di kelompok eselon 3 ke bawah.
Kebijakan tax holiday kita dengan mendorong program investasi makin memperlebar jarak antara pemilik modal kuat yg segelintir oligarki dan tidak banyak jumlahnya dengan kelas menengah rentan. Apalagi dengan jarak di desil 1 smapai desil 4 kelas kelompok sangat miskin dan miskin.
Pajak sebagai alat kebijakan negara untuk melakukan redistribusi asset atau mengambil paksa lewat pajak kekayaan saat ini sedang mengalami ‘holiday’ sehingga tax ratio Indonesia hanya 8,8% untuk saat ini.
Kenaikan pertumbuhan ekonomi berbasis Product Domestic Bruto (PDB) ternyata tidak paralel dengan kenaikan tax ratio dan ini juga menjadi indikator kuat bahwa kenaikan PDB secara agregat ternyata tidak memberikan daya angkat yg signifikan untuk menaikkan income per kapita.
Belum lagi kalau kita lebih logis dalam menghitung National Net Product (NNP) Indonesia ternyata jumlah mengecil karena National Product Broto kita akan tergerus dengan investasi asing yang mengirimkan deviden dan pembayaran royalty teknologi, jasa manajemen dan jasa luar negeri lainnya. Kalau kita mau lebih jujur banyak sekali sebenarnya investasi asing yang berasal dari negara tetangga sebenarnya uang milik orang Indonesia sendiri hasil bisnis di Indonesia baik yang bersih dan kotor yg dimasukkan kembali sebagai investasi asing ke Indonesia karena menggunakan entitas swasta asing bahkan dengan beneficial owner kalau ditelusuri milik orang Indonesia atau proxy pejabat penting Indonesia.
Kaum kaya raya, Mereka menikmati tax holiday, menikmati kelindan fasilitas kebijakan ekonomi lewat lobby kekuasaan sehingga profit tidak terkena pajak karena di ‘holiday’ kan sebagai investasi, sementara untuk deviden nya mereka akan bebas karena masuk dalam skema investasi.
Kalau skema ini kita bedah lebih dalam maka, tulisan ini akan menjadi terlalu serius. Tidak santai lagi. (red)
*anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar
Komentar
Posting Komentar