Oleh M. Dudi Hari Saputra*
(Foto: peta Kaltim)
Kabarpatigo.com - Saya selalu ingin mengingatkan kepada masyarakat Kalimantan Timur (Kaltim), bahwa mindset pembangunan jangan lagi didasarkan pada orientasi kekayaan sumber daya alam (SDA) tapi mulai ke orientasi sumber daya manusia (SDM).
Alasan klise selalu mengemuka, bahwa lambatnya pembangunan karena anggaran daerah yang sedikit, jujur saya meragukan pendapat itu karena APBD dan PAD Kaltim adalah salah satu yang tertinggi secara nasional, bahkan berhasil meraih APBD Award di tahun 2022 di masa kepemimpinan Gubernur Isran Noor untuk kategori peringkat 1 realisasi pendapatan daerah tertinggi tahun anggaran 2022.
Memang jika dibanding dengan kontribusi PDRB Kaltim ke negara yang mencapai 530 triliun lebih memang belum sebanding dengan yang diterima Kaltim hanya sebesar 76 trililun di tahun 2023, maka nya tidak heran jika pak Isran Noor pernah menyatakan bahwa Kaltim sanggup untuk membangun IKN sendiri, karena pendapatan Kaltim secara riil bisa mencapai 500 triliun lebih dalam se-tahun.
Baca juga: Ribuan Peserta dari Berbagai Daerah Ikuti Pesantenan Run In Pati 2024
Walaupun begitu jika dibandingkan dengan beberapa provinsi dan kabupaten di Indonesia yang APBD nya lebih kecil tapi tetap bisa membangun daerah nya dengan baik, ambil saja indikator kemiskinan Kaltim memiliki persentase yang cukup rendah yaitu sekitar 5,54%.
Namun jika dibandingkan Bali yang cuma 4% angka kemiskinannya maka bisa dipahami bahwa Bali yang anggaran APBD nya jauh lebih kecil dari Kaltim namun lebih mensejahterakan masyarakatnya karena topangan pemerataan pembangunan ekonomi dan peningkatan pemberdayaan pertumbuhan ekonomi kepada sektor pariwisata dan UMKM yang skala kerjanya lebih kepada padat karya dibanding Kaltim yang lebih kepada kekayaan alamnya seperti minyak dan batu bara yang padat modal (sehingga hanya dikuasai pemodal-modal tertentu saja, rakyat hanya menjadi buruh pekerja perusahaan-perusahaan tambang).
Dan kita juga bsa berkaca pada Provinsi Aceh dan Papua yang selama ini kita iri kan karena mendapatkan fasilitas otonomi khusus, namun angka kemiskinan kedua provinsi itu tinggi sekali, Aceh 14% dan Papua 26%, padahal kedua provinsi itu sudah mendapatkan anggaran otonomi dan otonomi khusus yang sangat besar.
Saya berkesimpulan bahwa pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan bukan diukur dari seberapa besar kekayaan alam/materi yang dimiliki tapi sebesar apa pengelolaan SDM manusianya.
Baca juga: Sambut Liga 2 2024-2025, Seto Nurdiyantoro Asah Kreativitas PSIM Yogyakarta
Amartya Sen (ekonom Harvard) pernah menjelaskan bahwa orientasi ekonomi itu bukan hanya pertumbuhan (kekayaan Alam dan pertumbuhan APBD misalnya) tapi juga pemerataan (kualitas SDM, rendahnya angka kemiskinan dan buta huruf serta kualitas kesehatan yang baik misalnya).
Kaltim diharapkan segera memiliki orientasi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang jelas untuk sekarang dan masa depan nya, apalagi menyongsong era pasca tambang, Kaltim yang selama ini menitik beratkan pembangunan ekonomi nya dari sektor migas dan tambang batu bara itu tidak sehat menurut saya.
Karena sektor migas dan batu bara adalah 2 komoditas yang sama sekali tidak bisa diperbaharui dan tidak bisa dikelola langsung oleh masyarakat, sehingga daya jangkau baik dalam skala waktu dan determinasinya bagi pembangunan ekonomi masyarakat adalah kecil.
Kaltim harus membuka orientasi spasialnya yaitu skala regional dan globalnya selain memperhatikan sektoral nya.
Dalam skala regional dan global Kaltim harus memahami bahwa pembangunan perekonomian didasarkan pada kuantitas dan kualitas perdagangan dan jalurnya, belajar dari Singapura saja, negara ini berhasi membangun perekonomiannya dengan menitik beratkan pembangunan pada sektor Jasa dan pemanfaat geografis strategis negaranya sebagai jalur pelayaran perdagangan internasional, nah kaltim harus membaca pola itu, apalagi Kaltim adalah bagian integral dari IKN Nusantara sehingga bisa menjadi provinsi pelabuhan untuk jalur tengah Indonesia (ALKI 2), potensi jalur Brunei-Indonesia (Kaltim), Malaysia dan Philipina (BIMP - EAGA) itu patut di dorong, dan Kaltim harus bisa membangun pelabuhan-pelabuhan peti kemas nya dengan kualitas internasional.
Begitu pula dari sisi sektoral, kaltim harus melirik pembangunan dari sektor yang cocok dengan semangat keunggulan kompetitif, yaitu pembangunan ekonomi yang menitik beratkan pada kualitas manusia yang dipadu dengan pengelolaan sumber daya alamnya berdasarkan potensi daerah, misalnya sektor kelapa sawit, tapi jangan hanya komoditas hulu nya (mentah) tapi juga hilirnya seperti pembukaan industri minyak kelapa sawit dan derivatnya sehingga kelapa sawit yang banyak di Kaltim bisa diolah menjadi minyak goreng bahkan sumber pasokan energi (biodiesel) berbasis pertanian seperti di Brazil.
Akhir kata, semoga Kaltim semakin maju dan berkembang dengan segenap potensinya yang ada, ODAH ETAM OLAH BEBAYA (tempat kita, bangun bersama). (red)
**Konsultan Riset Nusantara, Muhammad Dudi Hari Saputra, MA
Komentar
Posting Komentar