Tradisi Meron Sukolilo, Ini Asal-usulnya!

(Foto: Kemeriahan Tradisi Meron di Sukolilo Pati untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW, Selasa 17 Sep 2024)

Kabarpatigo.com - SUKOLILO - Bulan Maulud atau kelahiran Nabi Muhammad SAW selalu diperingati oleh beberapa masyarakat Jawa, diantaranya adalah masyarakat Desa Sukolilo Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati.

Meron namanya, Tradisi ini menjadi salah satu perayaan yang dinanti-nanti oleh masyarakat setiap tahunnya di hari Maulid Nabi Muhammad SAW.

Baca juga: Jumlah DPT Pilkada Pati 2024 Sebanyak 1.036.887 Pemilih

Baca juga: Untuk Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem, Pemkab Pati Terima Dana Insentif Fiskal Sebesar Rp 5,7 Miliar

Sekretaris Panitia Kegiatan Meron, Triyono, menjelaskan, sejarah Meron tak lepas dari tradisi yang ada di Kerajaan Mataram, yakni Sekaten. Awalnya itu saat prajurit Mataram menyerang Kadipaten Pati.

“Nah ketika itu, prajurit Mataram tersebut singgah di Sukolilo. Dan kebetulan waktu itu, pas perayaan Maulid Nabi. Maka mereka juga merayakan seperti tradisi yang ada di Mataram. Tapi kalau di sana namanya Sekaten, di sini dinamai Meron,” ujarnya, Selasa (17/9/24).

Baca juga: Hadir Menyaksikan Langsung Proses Tradisi Meron, Bu Ning Ajak Masyarakat Sukolilo Nguri-nguri Budaya

Ia menjelaskan, nama Meron merupakan singkatan yang dalam bahasa Jawa yaitu “mempere keraton” atau seperti keraton. Yakni, hampir sama seperti apa yang dilaksanakan di keraton atau Kerajaan Mataram.

Baca juga: Hadiri Rakor Penetapan Alat Peraga Kampanye, Pj Bupati Soroti Pemasangan Banner Calon di Pohon

Dirinya menyebut, Tradisi Meron sudah diperingati sejak ratusan tahun lalu, yakni sejak 1628 Masehi. Tradisi tersebut, terus dilaksanakan hingga kini oleh masyarakat Sukolilo.

Bahkan katanya, Tradisi Meron ini juga sudah tercatat sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) oleh Kemendikbudristek. Bukan hanya itu saja, Meron juga diakui sebagai kekayaan intelektual komunal yang tercatat di Kemenkumham.

Baca juga: Menjaga Kelestarian Budaya, Ketua MPR RI Bamsoet Ingatkan Pentingnya Ketahanan Budaya Nusantara

Triyono menyampaikan, bahwa dalam tradisi ini meron atau gunungan yang dibawa sebanyak 13. Gunungan itu, berasal dari kepala desa dan perangkat.

“Gunungan itu ada namanya once. Once merupakan lambang atau simbol dari tameng prajurit. Nah rakyat atau warga ini merebutkan itu. Dengan keyakinan, bahwa itu membawa keberuntungan. Yang dagang bisa laris, yang tani pertaniannya bisa subur dan lain sebagainya,” ucapnya.

Sementara itu, Siti Lutfiatul Fadilah menyampaikan, dirinya selalu ikut menyaksikan ketika tradisi Meron tersebut digelar.

“Kebetulan rumah, kan, dekat sini juga. Jadi selalu datang untuk melihat Meron. Pasti ramai kalau ada kegiatan ini,” ungkapnya. (betanews.id)

Komentar