Dakwah Komunitas, Mendikdasmen: Pendekatan Terarah untuk Menyampaikan Islam dengan Lebih Efektif

(Foto: Mendikdasmen Abdul Mu'ti dalam acara Silaturahim Nasional Dai Komunitas Lembaga Dakwah Komunitas PP Muhammadiyah di Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Provinsi DKI Jakarta, Selasa 12 Nov 2024)

Kabarpatigo.com -   Prof. Dr. Abdul Mu'ti, M. Ed, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia menyampaikan pesan bahwa Dakwah komunitas memiliki pendekatan yang lebih terarah dan spesifik untuk menyampaikan pesan Islam kepada kelompok tertentu, dibandingkan dengan dakwah umum yang cenderung lebih luas dan kurang terfokus.

Dengan fokus pada komunitas, dakwah menjadi lebih efektif karena disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan kelompok yang dituju.

Hal ini dapat dilihat dalam beberapa konsep penting yang perlu dipahami dalam dakwah komunitas.

Hal itu disampaikan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah pada Selasa (12/11/24) dalam acara Silaturahim Nasional Dai Komunitas Lembaga Dakwah Komunitas PP Muhammadiyah di Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Provinsi DKI Jakarta.

Dakwah Berbasis Segmentasi Kelompok. Dakwah komunitas menyasar kelompok-kelompok tertentu berdasarkan kesamaan yang mereka miliki, seperti kesamaan akidah, bahasa, atau latar belakang sosial budaya.

Konsep ini mengingatkan kita pada pesan Rasulullah SAW yang disampaikan "bi lisani qoumihi" (dengan bahasa kaumnya). Dalam konteks ini, dakwah tidak hanya menjadi ceramah agama semata, tetapi juga sebuah proses berbagi yang disesuaikan dengan konteks dan kondisi masyarakat setempat.

"Kalau kita berbicara mengenai dakwah komunitas, bagaimana dakwah ini memiliki fokus atau segmentasi kelompok-kelompok tertentu. Sehingga dakwah menjadi lebih terarah, dan para da'i tidak sekedar ceramah," jelas Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah tersebut.

Komunitas yang Memiliki Kohesi Tinggi. Dalam dakwah komunitas, ikatan antar anggota komunitas sangat penting. Komunitas yang terbentuk bukan hanya sekadar kerumunan, melainkan kelompok yang memiliki ikatan kuat dan tujuan bersama.

Umat Islam, misalnya, disebut sebagai "ummatan wahidah" (umat yang satu) dalam Al-Quran, dengan ikatan akidah sebagai faktor pemersatunya.

"Jadi komunitas itu memiliki kohesi yang tinggi. Dakwah komunitas itu adalah sebuah proses dimana kita menghadirkan Islam sesuai dengan komunitas itu," papar Abdul Mu'ti didepan seluruh peserta.

Kondisi ini juga berlaku pada komunitas berbasis etnis atau kelompok tertentu, seperti komunitas ahli kitab, yang dalam beberapa ayat Al-Quran juga disebut sebagai mereka yang memiliki kesamaan dalam prinsip-prinsip akidah dan ibadah.

Mengelola Komunitas dan Muallaf Center. Dakwah komunitas juga membutuhkan pengelolaan yang baik, seperti pembentukan pusat muallaf untuk mendukung mereka yang baru memeluk Islam.

Terkadang, ada kecenderungan untuk menggembar-gemborkan status muallaf, padahal banyak di antara mereka yang sudah mantap dalam imannya.

"Maka da'i itu tidak harus mereka yang membaca ayat terus menerus, tapi da'i yang bisa berbaur dengan komunitas yang didakwahi tersebut," tambahnya.

Baca juga: Aisyiyah Pati Perluas Gerakan Dakwah dengan Gelar Pelatihan Mubalighat dan Dakwah Digital

Istilah muallaf, meskipun sering disematkan pada orang yang baru masuk Islam, tidak selamanya relevan setelah mereka berada dalam Islam untuk waktu yang lama.

Dakwah komunitas perlu lebih menekankan pada pembinaan jangka panjang agar mereka yang baru memeluk Islam benar-benar merasa diterima dan tidak hanya dipandang sebagai "proyek" dakwah.

Selain itu, dakwah komunitas juga bisa diterapkan dalam konteks urban atau di kalangan profesi tertentu, seperti di kalangan bankir atau profesional lainnya. Dalam hal ini, para da’i perlu memiliki pendekatan yang sesuai.

"Paradigma dakwah komunitas tidak harus di daerah terpencil. Bisa saja di kota metropolitan. Misalnya dakwah di bankir-bankir maka da'inya yang berangkat harus yang wangi-wangi," terang Abdul Mu'ti.

Dakwah komunitas juga mengajarkan kita bahwa dakwah tidak hanya mengenai penyampaian pesan agama semata, tetapi lebih pada bagaimana kita menyesuaikan cara kita menyampaikan Islam dengan latar belakang, situasi, dan intelektualitas komunitas yang kita tuju.

Misalnya, dakwah kepada orang yang sedang berada dalam kesulitan, seperti penghuni lapas, harus bisa membangkitkan optimisme dan memberi harapan, tanpa terjebak pada pandangan sempit tentang dosa dan hukuman.

Sementara itu, dakwah kepada kelompok muda harus lebih fokus pada nilai-nilai idealisme dan potensi masa depan mereka.

Dakwah komunitas menuntut para da’i untuk memiliki pendekatan yang lebih sensitif, memahami konteks dan karakteristik kelompok yang mereka tuju.

Dengan penyampaian yang sesuai, dakwah dapat lebih diterima dan dipahami, dan umat Islam dapat merasakan manfaat yang lebih besar dari pesan-pesan agama yang disampaikan.

Pendekatan yang berbasis pada kesamaan, kohesi sosial, dan relevansi konteks menjadi kunci utama dalam mengoptimalkan dakwah di era modern ini. (red)

Komentar