Asia vs Barat dan Kebangkitan Tiongkok

Oleh M. Dudi Hari Saputra, MA*

(Foto: ilustrasi bendera Tiongkok)

Kabarpatigo.com - Napoleon Bonaparte, seorang Jendral besar Perancis yang kemudian menjadi Kaisar Perancis memiliki reputasi militer yang luar biasa, dengan modal kekuatan 200-300 ribu pasukan, Perancis bisa mengalahkan gabungan pasukan Prussia (Jerman), Austria-Hongaria, Rusia dan Inggris yang berjumlah 800.000 di Auschwitz.

Namun, dibalik kehebatan dan keberanian Napoleon ini, ada 1 negara yang paling ditakutinya, yaitu Tiongkok, sampai-sampai Napoleon berpesan; Tiongkok adalah Naga yang sedang tidur, biarkan dia lelap tertidur.

Mungkin kita patut merenung, apa yang membuat Tiongkok ditakuti oleh Napoleon ? mengingat Tiongkok bukanlah negara ekspansionis dengan kekuatan militernya, bahkan Tiongkok jika kita bandingkan dengan ekspansi militer Mongol saja sangat kalah jauh.

Sampai saya berkesimpulan seperti ini:

Besar tidaknya sebuah negara-bangsa ditentukan oleh seberapa besar kekuatan negara tersebut, dan kekuatan ini terbagi kedalam dua bentuk;

pertama adalah Hard Power (militer), dan kedua adalah Soft Power (ekonomi, pengetahuan dan kemampuan diplomasi).

Untuk kategori hard power, Mongol mungkin pernah mengalami masa jayanya, namun sebagaimana kita ketahui, hard power cenderung tidak bertahan lama dan tidak mengakar kuat pada masyarakat; sehingga imperium Mongolia yang dulu sangat luas, sekarang hanya menjadi bagian dari provinsi Tiongkok.

Sedangkan Tiongkok sendiri lebih mengedepankan kekuatan soft power (dan kemungkinan akan mengarah ke smart power), yaitu ekonomi dan pengetahuan serta budaya, sehingga walaupun Tiongkok secara militer tidak menguasai banyak wilayah namun kekuatan ekonomi dan budayanya menjangkau banyak wilayah tanpa perlu ada ekspansi militer dan peperangan, sebenarnya ini adalah prinsip Tsun Tzu: kemenangan terbaik adalah kemenangan tanpa melalui peperangan.

Sehingga coba kita perhatikan; di kawasan Asia, hampir semua jaringan ekonomi dikuasai oleh bangsa Tiongkok dan setiap tempat yang mereka singgahi selalu mengalami pengaruh dari budaya Tiongkok yang kuat, berbanding dengan Mongolia yang ibaratnya tanpa meninggalkan bekas atau artefak budaya apapun pada bekas jajahannya.

Baca juga: Bongkar Pembuatan Uang Palsu Triliunan Rupiah di UIN Alauddin Makassar, Bamsoet Apresiasi Polda Sulsel

Tiongkok versus Barat.

Kekuatan ekonomi Tiongkok melahirkan jalur perdagangan ekonomi sutera (darat) dan laut, pada akhir abad 17; Tiongkok menguasai industri manufaktur dunia sebesar 35%.

Dan Barat (Perancis, Inggris dan Rusia) dengan semangat ekspansinya menyadari hal ini, untuk bertarung face to face di bidang ekonomi, hampir bisa dipastikan barat akan kalah.

Namun, bangsa Tiongkok di dalam kemakmurannya akhirnya sedikit "lalai" dalam kekuatan militer dan pengembangan industri militer nya, sehingga dengan mudah dihancurkan oleh kekuatan militer barat dalam "perang opium" (lepasnya Taiwan dan Hong-Kong) dan pemberontakan Taiping.

Sehingga Tiongkok pada abad 19 turun status ekonomi nya hanya menguasai 20% industri manufaktur dunia, namun barat tetap sadar bahwa Tiongkok merupakan kekuatan yang besar di bidang ekonomi, bangsa Tiongkok pada waktu itu menjadi kalah hanya karena 2 faktor; lemahnya militer dan bentuk negara yang masih feodal (sehingga masih mudah di adu domba antar dinasti).

Dan seorang kamerad bernama Mao Tse Tung (Mao Zedong) lah yang akhirnya mampu mengatasi kelemahan bangsa Tiongkok ini; pertama penghapusan sistem feodal, dan menggantinya dengan sistem sosialis-komunis Tiongkok yang satu komando dan solid, serta peningkatan kemampuan militer.

Nah, dengan modal inilah RRT sekarang mampu menghalau barat, karena barat ini kalau kalah dalam kompetisi ekonomi, hanya bisa mengandalkan kekuatan militer, maka apabila ingin menghalau mereka cukup tingkatkan kemampuan militer negara anda.

Sedangkan dibidang ekonomi, barat ini lemah sekali dalam strategi perdagangan; mereka hanya bisa unggul jika melakukan monopoli; baik itu monopoli industri, pasar, finansial dan teknologi.

Dan bagusnya lagi: setelah kepemimpinan Mao Zedong, Tiongkok di pimpin oleh Den Xiaoping yang coba mengangkat kembali kekuatan ekonomi dan pengetahuan serta budaya Tiongkok.

Dan "bodoh" nya lagi: barat dengan percaya diri nya melakukan rezim perdagangan bebas global karena menganggap mereka unggul, padahal ini sama saja artinya mereka mengajak bertarung bangsa Asia (terutama Tiongok) untuk bertarung ekonomi secara fair dan face to face, padahal barat itu bisa unggul secara ekonomi karena melalui penjajahan dan dominasi, sedangkan jika bertarung secara terbuka dan adil seperti sekarang maka barat bisa dipastikan kalah, karena orang barat itu bukan mental pedagang tapi penjajah.

Dan coba perhatikan sekarang; hampir semua sektor ekonomi barat "babak-belur" dihajar kekuatan Asia seperti Tiongkok, Jepang, Korea Selatan dan India bahkan Indonesia (melalui hilirisasi dan penolakan ekspor raw materials).

Dan apa yang dikhawatirkan Napoleon akhirnya memang terjadi:

Naga itu akhirnya bangun dari tidur panjangnya, dan bodohnya lagi yang membangunkannya adalah orang-orang barat sendiri.

*of International Relations (Global Trade)


Komentar