(Foto: Fuji Lestari Guru SD Muhammadiyah Sukolilo)
Kabarpatigo.com - KAYEN - Menghadapi tantangan hidup bisa menjadi peluang untuk meningkatkan kapasitas diri sekaligus memperbaiki kondisi ekonomi.
Hal ini dibuktikan oleh Funi Lestari, seorang guru asal Dukuh Socan, Desa Jimbaran, Kayen, Kabupaten Pati.
Di usia yang masih muda, 27 tahun, Fuji sukses menjalani dua profesi sekaligus tabu sebagai pengajar dan pengusaha peternakan bebek pedaging.
Fuji, yang mengajar di SD Muhammadiyah Sukolilo, memulai usaha ternak bebek pada tahun 2017.
Dari sebuah usaha yang dimulai dengan kecil-kecilan, kini ia telah mengelola lebih dari 4.000 ekor bebek yang dipelihara dengan sistem estafet.
Baca juga: Menpora RI Dito: Pemerintah Upayakan Fasilitas Olahraga Tersedia di Setiap Sekolah
Setiap minggu, sekitar 400 hingga 600 ekor bebek dipanen dan didistribusikan ke berbagai restoran dan rumah makan di daerah sekitar, termasuk Kabupaten Grobogan dan Klaten.
"Keuntungannya cukup untuk menambah pendapatan keluarga. Selain itu, saya juga ingin membuka lapangan pekerjaan bagi orang sekitar," ujar Fuji, yang merasa bangga bisa menjalankan usaha ini sambil tetap mengajar.
Fuji memelihara bebek jenis Peking Hibrida yang dibeli dalam bentuk Day Old Duck (DOD).
Setelah itu, bebek-bebek tersebut dipelihara hingga siap panen pada usia 35 hari.
Pakan yang diberikan terdiri dari campuran kepi, sosis, rijek, sentrat, dan crumble, yang diberikan dua kali sehari.
Baca juga: Wujudkan Pati Sentra Kelapa Kopyor, Pemkab Tanam Puluhan Kelapa Kopyor di Area Tlogowungu
Baca juga: Debit Sungai Naik, Jalan Pati-Tayu Kebanjiran dan Bikin Macet
Begitu berat badan bebek mencapai 1,8 hingga 2,5 kilogram, bebek-bebek tersebut siap dipanen dan dijual ke pembeli atau langsung ke pusat pemotongan.
"Ada dua kandang yang saya gunakan, satu untuk brooding bebek kecil dan satu lagi untuk pembesaran. Bebek yang sakit akan dipisahkan agar tidak menular ke yang sehat," jelasnya.
Namun, usaha ternak bebek ini bukan tanpa tantangan. Penyakit pernapasan menjadi ancaman utama bagi ternak Fuji, sehingga perawatan intensif dan perhatian ekstra sangat diperlukan.
Meski demikian, hasilnya cukup memuaskan. Dalam sekali panen, Fuji mampu menghasilkan pendapatan hingga Rp 17,5 juta.
Bahkan, pada momen tertentu seperti Natal dan Lebaran, harga bebek bisa melonjak hingga Rp 31.000 per kilogram, dibandingkan harga normal sekitar Rp 23.000 hingga Rp 24.000 per kilogram.
"Panen terakhir, Kamis kemarin, saya berhasil menjual 460 ekor bebek dengan total pendapatan Rp 17,5 juta," ungkapnya dengan senyum bangga.
Omzet dari usaha ternaknya berkisar antara Rp 17 juta hingga Rp 20 juta per panen. Fuji berharap, kedepannya usahanya dapat terus berkembang.
Salah satu impian besarnya adalah mendirikan mesin pemotongan sendiri, sehingga ia bisa menjual produk ternaknya langsung ke pasar atau restoran tanpa perantara.
"Semoga ke depan saya bisa membuka bubut bebek sendiri dan langsung menjual hasil ternak ke pasar atau restoran," harapnya.
Kisah Fuji Lestari menjadi contoh inspiratif bagaimana semangat, kerja keras, dan kemampuan untuk melihat peluang dapat membuka jalan menuju kehidupan yang lebih baik.
Di tengah kesibukannya sebagai pengajar, Fuji membuktikan bahwa menjalankan usaha juga dapat memberikan kontribusi besar bagi perekonomian keluarga dan masyarakat sekitar.
Dengan semangat yang tinggi, Fuji Lestari telah membuktikan bahwa menjadi seorang guru dan pengusaha bukanlah hal yang mustahil.
Justru keduanya saling melengkapi, memberikan dampak positif bagi dirinya dan orang lain di sekitarnya. (rdr)
Komentar
Posting Komentar